Nikah secara
bahasa artinya al-wath’u, yakni hubungan seksual. Sedangkan secara
syariat, nikah dimaknai sebagai akad dengan menggunakan lafazh inkaah
(nakahtuka, zawajtuka) atau yang semakna dengannya disertai syarat-syarat
tertentu yang setelahnya menyebabkan seseorang dibolehkan melakukan hubungan
seksual. Keterangan yang demikian ini bisa kita temukan dalam Hasyiyatul
Bujairimi ‘alal Manhaj karya Syekh Sulaiman al-Bujairimi dan al-Iqna’
karya Syekh Ahmad asy-Syarbini, kedua-duanya dalam Kitab an-Nikah.
Nikah merupakan
salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di dalam Islam. Agama suci ini
memandang bahwa pernikahan sama sekali bukanlah penghalang bagi seseorang untuk
mencapai tingkat spiritualitas tentinggi. Sebaliknya, pernikahan merupakan
jalan bagi seseorang untuk memenuhi setengah dari keberagamaannya. Artinya,
setelah seseorang menikah maka setengah dari urusan agamanya telah ia penuhi.
Sebagai makhluk
berakal, manusia menjadi yang paling sempurna di antara ciptaan Allah SWT. Oleh
karena keadaan itu pula manusia mengemban tugas yang tidak sedikit yang kelak
harus dipertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT. Seiring perjalanan
hidupnya sejak pertama kali dilahirkan ke dunia ini hingga menjadi manusia
dewasa, bertambah pula kebutuhannya. Satu di antara sekian banyak kebutuhan
manusia adalah kebutuhan vital untuk merasakan hubungan biologis yang harmonis
dengan lawan jenisnya.
Kebutuhan
tersebut pada hakikatnya adalah fitrah yang tidak mungkin seorang pun mampu
menghilangkan dari dirinya. Nah, menikah adalah salah satu cara paling beradab
dari manusia dalam memenuhi kebutuhan biologisnya. Cara ini pula yang
membedakan manusia dari binatang yang melampiaskan hasratnya sesuai
keinginannya tanpa panduan dan batasan yang jelas. Dengan demikian, jika ada
manusia yang memenuhi kebutuhan biologisnya tanpa melewati pintu pernikahan,
maka sungguh ia telah menempatkan dirinya sederajat dengan binatang. Na’udzubillah.
Namun demikian,
pernikahan bukanlah sekedar untuk membedakan manusia dari binatang dalam
persoalan memenuhi kebutuhan biologis. Ada tujuan yang jauh lebih utama dan
lebih mulia daripada itu, yakni menggapai keluarga yang sakinah, mawaddah,
warahmah. Inilah hendaknya yang menjadi tujuan dan arah dilaksanakannya
suatu pernikahan, dan hal itu hanya bisa digapai bila pernikahan dilaksanakan
sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT
berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً،
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(QS. ar-Rum [30]: 21)
Coba Anda
perhatikan ayat di atas. Jika Anda merenungkan maknanya maka Anda akan
mendapatkan kesimpulan bahwa menikah bukanlah suatu proses yang menjadikan
salah satu pihak sebagai objek. Ketika pernikahan dilangsungkan maka kedua
belah pihak (suami – istri) pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama untuk
berumah tangga, saling melengkapi dan saling mengisi kekurangan antara satu
dengan lainnya, demi terciptanya kehidupan yang harmonis di antara mereka berdua.
Hal inilah yang akan melahirkan ketenteraman hati dan jiwa sehingga keduanya
bisa menjadikan pernikahan sebagai ladang tempat menyemai kebaikan yang kelak
akan mereka panen hasilnya saat berpulang ke haribaan Allah SWT.
Sebaliknya,
ketika kesadaran tersebut tidak hadir pada keduanya, maka salah satu dari
mereka akan menjadi objek bagi yang lain. Ketenteraman hidup takkan tercapai
dan jiwa mereka akan terombang-ambing. Dalam kasus seperti ini pernikahan
sekedar menjadi jalan untuk melampiaskan syahwat dan bila telah terpenuhi,
perasaan bosan mulai hadir, maka mereka akan mencari yang lain. Orang-orang
yang menjalani pernikahan dengan cara seperti ini pasti akan lalai hatinya dari
tujuan hidup yang sesungguhnya.
Nikah menempati
kedudukan yang penting dalam ajaran Islam. Untuk mengetahui seberapa penting
menikah bagi seorang Muslim, simaklah riwayat berikut ini:
عَنْ
أَبِيْ ذَرٍِّ قَالَ دَخَلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ عَكَّافُ بْنُ بِشْرٍ التَّمِيْمِيُّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَكَّافُ هَلْ لَكَ مِنْ زَوْجَةٍ قَالَ لاَ
قَالَ وَلاَ جَارِيَةٍ قَالَ وَلاَ جَارِيَةَ قَالَ وَأَنْتَ مُوْسِرٌ بِخَيْرٍ
قَالَ وَأَنَا مُوْسِرٌ بِخَيْرٍ قَالَ أَنْتَ إِذًا مِنْ إِخْوَانِ
الشَّيَاطِيْنِ وَلَوْ كُنْتَ فِي النَّصَارَى كُنْتَ مِنْ رُهْبَانِهِمْ إِنَّ
سُنَّتَنَا النِّكَاحُ شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمْ
عُزَّابُكُمْ أَبِالشَّيْطَانِ تَمَرَّسُوْنَ مَا لِلشَّيْطَانِ مِنْ سِلاَحٍ
أَبْلَغُ فِي الصَّالِحِيْنَ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ الْمُتَزَوِّجُوْنَ أُولَئِكَ
الْمُطَهَّرُوْنَ الْمُبَرَّءُوْنَ مِنَ الْخَنَا وَيْحَكَ يَا عَكَّافُ إِنَّهُنَّ
صَوَاحِبُ أَيُّوْبَ وَدَاوُدَ وَيُوْسُفَ وَكُرْسُفَ فَقَالَ لَهُ بِشْرُ بْنُ
عَطِيَّةَ وَمَنْ كُرْسُفُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ رَجُلٌ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ
بِسَاحِلٍ مِنْ سَوَاحِلِ الْبَحْرِ ثَلاَثَ مِائَةِ عَامٍ يَصُوْمُ النَّهَارَ
وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ ثُمَّ إِنَّهُ كَفَرَ بِاللهِ الْعَظِيْمِ فِيْ سَبَبِ
امْرَأَةٍ عَشِقَهَا وَتَرَكَ مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ عِبَادَةِ اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ ثُمَّ اسْتَدْرَكَهُ اللهُ بِبَعْضِ مَا كَانَ مِنْهُ فَتَابَ عَلَيْهِ
وَيْحَكَ يَا عَكَّافُ تَزَوَّجْ وَإِلاَّ فَأَنْتَ مِنَ الْمُذَبْذَبِيْنَ قَالَ
زَوِّجْنِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ قَدْ زَوَّجْتُكَ كَرِيْمَةَ بِنْتَ
كُلْثُوْمٍ الْحِمْيَرِيِّ
Artinya: Dari Abu Dzar dia berkata,
“Seorang laki-laki yang bernama Akkaf bin Bisyr at-Taimi datang menemui
Rasulullah SAW. Kemudian Nabi SAW bertanya kepadanya, “Wahai Akkaf, apakah kamu
telah memiliki istri?” Dia menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Tidak juga
seorang budak wanita?” Dia kembali menjawab, “Tidak juga budak wanita.” Nabi
bersabda, “Engkau dalam keadaan lapang?” Ia menjawab, “Ya, saya dalam keadaan
lapang.” Nabi SAW pun bersabda, “Kalau begitu kamu termasuk saudara-saudara
setan, seandainya kamu orang Nasrani pasti kamu termasuk para pendeta mereka.
Sesungguhnya sunah kami adalah menikah, orang yang paling buruk di antara
kalian adalah orang yang masih bujang, dan mayit kalian yang paling hina adalah
orang yang meninggal dalam keadaan masih bujang. Apakah kalian hendak melawan
setan padahal tidak ada senjata setan yang paling ampuh untuk melawan
orang-orang saleh selain wanita? Kecuali bagi orang-orang yang sudah beristri.
Mereka itulah orang-orang yang disucikan lagi dihindarkan dari perbuatan keji.
Celakalah kamu wahai Akkaf! Sesungguhnya para wanita adalah senjata yang
digunakan untuk menggoda Nabi Ayyub, Nabi Daud, Nabi Yusuf dan Kursuf.” Bisyr
bin Athiyah lalu bertanya kepada beliau, “Siapa Kursuf itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ia adalah seorang lelaki yang beribadah kepada Allah di tepi
laut selama tiga ratus tahun; siangnya ia berpuasa dan malamnya ia shalat,
namun kemudian ia kafir kepada Allah Yang Maha Agung disebabkan seorang wanita
yang ia sukai, dan ia tinggalkan kebiasaan ibadahnya kepada Allah Azza wa
Jalla. Kemudian Allah mengembalikannya menjadi baik sehingga ia bertaubat.
Celaka kamu wahai Akkaf, hendaklah engkau menikah! Jika tidak berarti kamu
termasuk orang yang ragu-ragu.” Kemudian Akkaf berkata, “Nikahkan aku wahai
Rasulullah!” Beliau lalu bersabda, “Aku nikahkan engkau dengan Karimah binti
Kultsum al-Himyari.” (HR Ahmad)
Dari hadits di atas kita
dapatkan informasi bahwa menikah merupakan sunnah Nabi SAW. Beliau adalah
seorang yang paling mulia di sisi Allah SWT dan beliau pun menikah. Dalam
pandangan Nabi, seorang yang hidup membujang (dan dengan sengaja tidak mau
menikah) adalah seburuk-buruk manusia, dan jika ia meninggal dunia maka ia mati
dalam keadaan hina. Sebaliknya, orang yang menikah adalah orang yang menegakkan
sunnah Nabi dan orang yang suci serta selamat dari perbuatan kotor. Maka, jika
Anda saat ini belum menikah dan telah memiliki kemampuan untuk menjalani
pernikahan, sebagaimana Akkaf pada hadits di atas, hendaklah Anda segera
menikah sehingga Anda tidak tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang ragu.
0 comments:
Post a Comment